Oleh: mukidi | Oktober 20, 2008

Sampah Mulai Jadi Masalah

oleh Mukidi dan Singgih S Kartono

Kalau anda sedang mengalami perut mual tapi sulit muntah, monggo rawuh ketempat pembuangan sampah (TPS) di Badran Kranggan. Saya jamin, siapapun yang datang kesitu akan segera muntah karena bau busuk. TPS seluas 2,133 ha itu nampak tak terurus. Segala macam buangan yang sebagian dalam proses pembusukan bercampur-baur dalam tumpukan yang menggunung. TPS Badran merupakan ‘pauan’-nya warga Temanggung segala macam barang buruk rupa terkumpul dalam 1 lokasi, yang setiap hari terus bertambah. “wonten 11 trek lan 2 pikep sampah ingkang mbucal saben diintenipun wonten mriki,” kata mbok Milah, seorang pemulung di lokasi TPS.

Tentu saja suatu sa’at yang tidak lama lagi, TPS Badran akan penuh, karena tidak dilakukan pengolahan kembali. Proses pengolahan kembali hanya dilakukan secara terbatas oleh para pemulung. Mereka hanya memungut benda-benda buangan yang masih bisa diuangkan, namun sebagian besar material smapah yang lain tidak tertangani. Pada lokasi tersebut, sebenarnya tersedia alat pengolahan sampah untuk dijadikan kompos, namun fasilitas tersebut sekarang dalam keadaan ‘ndongkrok‘.

TPS Badran bukan satu-satunya lokasi pembuangan sampah Temanggung. Di Dusun Losari, pada tempat seluas +/- 1hektar terdapat TPS Sanggrahan. Kondisi TPS tidak jauh berbeda dengan TPS Badran. Lokasi ini digunakan TPS karena tanah tersebut sering longsor, pemilik tanah minta Pemda untuk menguruknya dengan sampah. Iki jenenge tumbu oleh tutup…..

Manajemen pengolahan sampah Temanggung sekarang ini baru sekedar memindahkan dan menyembunyikan benda-benda njelehi ke tempat penampungan. Selain proses pengeloan sampah yang masih sederhana, kesadaran masyarakat tentang pentingnya kebersihan lingkungan juga masih rendah. Saatnya ini semakin banyak barang-barang konsumsi yang dikemas dengan bahan yang tidak mudah busuk (plastik). Seorang kontraktor pekerjaan fasilitas umum pernah mendapatkan 6 karung botol plastik saat dia mengerjakan pembangunan gorong-gorong di Parakan.

jangan sampah pada kesadaran memilah, kesadaran untuk membuang pada tempatnya pun masih rendah. Demikian mudahnya kita melihat orang yang ‘war-wer’ membuang berbagai sampah secara sembarangan. Kalau toh sampah tidak berserakan di jalan, itu karena Pemda memiliki ‘pasukan orange’ yang secara regular membersihkan wilayah kota Temanggung.

Budi Sutrisno, seorang warga Walitelon Asri yang juga seorang kontraktor mengatakan, “Temanggung sekarang tidak meraih adipura karena kepedulian lingkungan terutama pengolahan sampah masih sangat rendah. Lain dari itu, petugas juga kurang serius mengecek lapangan,”katannya. Menurut Pak Budi, sudah saatnya Temanggung saat ini menunjuk perusahaan swasta untuk menangani masalah persampahan sampai pada tingkat pemrosesan sampah menjadi bahan-bahan yang bermanfaat seperti kompos dsb.

Namun sebelum sampah pada proses penswastaan pengolahan sampah, sebaiknya kita melihat permasalahan sampah ini secara lebih mendasar. Masalah sampah ini harus dikembalikan ke manusia yang merupakan ‘oknum’ produsennya.

Kesadaran warga tentang pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup tempat kita tinggal merupakan hal yang dasar dan seharusnya menjadi dasar pijakan manajemen sampah Temanggung. Di Negara maju, manajemen sampah perkotaan dimulai pada kesadaran warga untuk mengurangi sampah, membuang pada tempatnya, memilah dan memprosesnya sampai batas-batas tertentu.

partisipasi dan kesadaran warga merupakan hal yang mendasar, karena hal tersebut akan menjadikan volume sampah menurun,terlokalisasi, dan terspesialisasi. Pengolahan sampah akhir menjadi lebih sedikit, sederhana dan mudah. Oleh karena itu perlu langkah yang lebih terintegrasi, artinya masalah sampah bukan urusan DPU yang memungut, memindah dan mengelola sampah, namun juga tugas instansi lain yang terkaitan dengan pendidikan warga melalui sekolah maupun media pendidikan masyarakat yang lain.

Lomba 5k yang selalu diselenggarakan tiap bulan Agustus, sering hanya merupakan ‘sandiwara’ dan ‘sulapan’ belaka. suatu lingkungan yang biasanya tidak ada tempat sampah, tiba-tiba muncul tempat sampah yang ‘anyar gres’ lengkap dengan tulisan organik dan non organik. Namun setelah acara lomba selesai, fasilitas tersebut hanya menjadi pajangan semata.

Andaikan setiap warga atau setiap kelompok warga bisa mengambil tanggungjawab warga bisa mengambil tanggungjawab atas sampahnya masing-masing, tentunya banyak hal yang bisa dihemat. Pengelolaan sampah secara terpusat merupakan salah satu alternatif yang gampang. Namun sesungguhnya hal tersebut merupakan sesuatu tindakan yang ‘menggampangkan’ masalah, dan suatu saat kita akan ‘memanen’ hasilnya.

di posting dari stanplat Temanggung, edisi No. 5 November 2006


Tanggapan

  1. Betul mas kalau TPA badran tidak di kelola secara modern.akan menjadi gunung baru selain sumbing dan sindoro 🙂

    http://temanggungcity.wordpress.com

  2. yukzz… hidup bersih….!!! tuker link yukzz :d dah aku link lhoo

  3. Tulisannya bagus pak dhe.. salam

  4. Bagus banget blog-nya, Mas …

  5. kalau hanya kritik soal sampah itu biasa….kalau berani tangani dengan aksi…untuk sampah plastik kresek terutama aku berani nerima 5 ton/minggu, hayoo siapa mau cari sampah plastik buat aku…”tak beli dengan senang hati…”, botol plastik juga mau…hayooo..siapa..mau jual… hubungi aku kalau kamu mau buang sampah plastik besar-besaran ya…di 08121567848

  6. Belatung

    hebatnya belatung…aku kagum pada hewan ini..sejak perkenalan pertama di TPA aku jadi kangen pingin jumpa lagi..dia terlalu akrab dengan pemulung ,menggeliat diantara sela tangan sederhana pemulung.
    Makan buat dia ngga masalah yang penting bau dan busuk…jadi gemuk dan sehat…”belatung-belatung”,andai aku bisa makan sampah…aku temani kamu di TPA…hi..hi…


Tinggalkan Balasan ke A.Mulyadi Batalkan balasan

Kategori